Ketika Mengenal Huruf Menjadi Momok Menakutkan


 "Sekolah di sana aja. Di TK sana, murid-muridnya bisa membaca." Obrolan itu biasa di kalangan ibu-ibu perumahan. Les yang bisa membuat anak baca tulis dengan kecepatan manusia kilat, menjadi sangat dibutuhkan. Entah apa yang ada di benak para ibu sehingga mereka memiliki ketakutan, kalau nanti tidak bisa baca di TK, tidak akan bisa mengikuti pelajaran SD.

Semua kembali pada pelajaran dan pelajaran lagi. Jadi yang mereka menitikberatkan pada pelajaran. Halloooo, ingatkah kita pelajaran pada saat SD? Yang kita ingat adalah pelajaran favorit kita. Selebihnya, kita tidak ingat lagi.

Baiklah, ada banyak alasan saya membuka Sanggar Mama Bilqis. Alasan pertama, saya ingin mengenalkan buku-buku yang saya miliki. Anak-anak di rumah ketika mereka kecil, merasa terindimidasi, karena teman-temannya tidak punya buku. Punyanya PS dan lain sebagainya. Tentunya saya harus berisiatif untuk mengenalkan buku pada teman anak-anak. Artinya tidak memintarkan diri sendiri, tapi juga memintarkan lingkungan.

Lalu lambat laun, banyak yang minta belajar di rumah. Dari mulai mengkhususkan diri untuk les, sampai yang sekadar bermain. Misi utama saya juga membuka cakrawala berpikir orangtua, agar tidak menekan anak-anaknya dengan merasa bahwa belajar hanya dari buku pelajaran. Di luar itu adalah bermain. Saya sengaja membalik persepsi itu, dengan mengajak anak-anak belajar dengan bermain.

Balik lagi ke soal membaca. 

Proses mengajar anak membaca itu  sebenarnya mudaaah banget. Jika orangtua mau rutin membaca bersama mereka. Bayangkan, anak-anak paham kosakata baru dari aktivitas membaca bersama. Mereka juga akan tumbuh minat baca. Karena dalam interaksi membacakan buku, tentu disambi dengan menunjuk gambar lalu menyesuaikan dengan kata-kata. Imbasnya, anak mudah sekali mengenal huruf dan bisa membaca.

Nah, proses yang didapat anak PAUD yang dikejar target bisa membaca berbeda. Mereka diajak menghafalkan huruf tanpa dikenalkan maknanya. Imbasnya, ada yang selesai buku terakhir, tapi tidak tahu apa makna kalimat yang dia baca. Ada yang tidak bisa ketika menuliskan kata-kta yang dia baca.

Huhu, itu menyedihkan sekali. Itu belum bisa membaca namanya. Itu baru mampu mengenal huruf. Yang hanya kenal huruf ini, orangtua puas anaknya merasa bisa, lalu dimasukkan ke sekolah dasar, ditimbuni dengan PR dan guru yang tidak kreatif dalam mengajar, akhirnya mereka jadi generasi yang tidak senang dengan ilmu. 

Sanggar Mama Bilqis, hanya sanggar biasa. Tidak bisa menampung anak-anak yang belajar di sini, karena kapasitas ruangan juga terbatas. 

Di sini, saya berfokus mengajak anak cinta membaca. Bukan hanya mengenal huruf. Support dari orangtua sungguh saya butuhkan, agar potensi anak cepat melejit.


Comments